Saya
atau kalian atau mereka, kita ada di posisi yang sama. Menggantungkan
asa dan bertanya dalam satu kesempatan yang sama. Ketidakpastian
membuat segalanya runyam, setinggi apapun asa yang digantungkan,
redam oleh kegelisahan yang menggelayut.
Mungkin
posisinya sama dengan nilai tukar EUR terhadap mata uang negara dunia
lainnya saat ini. Ada asa yang digantung agar Samaras, Perdana Menteri Yunani, menang voting
dan Yunani terhindar dari regenerasi bail out
yang dibawa Partai Kiri Yunani, Syriza. Serta kemungkinan percepatan
pemilu nasional Yunani di awal tahun depan. Pasar tidak menyukai arah
kebijakan Syriza, efeknya EUR terkapar.
Begitupun
dengan hilangnya pesawat Air Asia QZ8501, Minggu (28/12) pagi 07.55
lalu. Tidak ada keluarga bahkan seorang pun yang berhati nurani
menyukai kenyataan pesawat tersebut hilang. Dalam setiap kasus
hilangnya pesawat, banyak misteri yang ikut terbawa. Ada
ketidakpastian yang entah kepada siapa harus ditujukan. Sentimen
negatif ketidakpastian, menggerus harapan yang tersisa, pelan-pelan.
Meski
kedua posisi di atas jelas berbeda rasa simpatik dan dampaknya,
intinya satu, ketidakpastian menggelontorkan asa. Memperburuk keadaan
dengan asumsi yang tidak berbatas. Karena tidak seorang pun pantas
menjawab, tidak ada seorang pun yang tahu kebenarannya. Jawaban itu seolah hilang
bersama 155 penumpang dan 7 orang awak pesawat yang terkenang.
Ketidakpastian
menghampiri lewat dugaan dan asumsi. Lewat 2 menit yang terasa
sesaat, 162 orang tidak diketahui keberadaannya, seolah awan
menyimpan mereka rapat, memberikan ketenangan yang tidak mampu
didengar bumi yang kepalang riuh.
2
menit, mungkin setara dengan perjalanan kaki saya setiap pagi,
Stasiun Palmerah – Pasar Palmerah. Perjalanan singkat, terlampau
singkat bahkan mungkin untuk logika menerima, pesawat Airbus A320-200
itu hilang tanpa sempat menitipkan pesan.
Direktur
Safety dan Standard AirNav Indonesia Wisnu Darjono mengungkapkan,
pada pukul 06.12, ATC Bandara Soekarno-Hatta berkomunikasi dengan
pilot AirAsia QZ8501. Dia meminta untuk bergeser ke kiri untuk
menghindari cuaca buruk. Izin itu diberikan dan akhirnya pesawat
bergeser 7 mil dari posisi awal. Namun, kata Wisnu, pilot kembali
meminta mengubah posisinya ke ketinggian 38.000 kaki.
“Saat
kami sampaikan jawaban agar naik ke 34.000 kaki, sudah tidak ada lagi
jawaban sekitar pukul 06.14” - Sumber
: kompas.com, judul “Dua Menit Penuh Tanda Tanya dari AirAsiaQZ8501.
Dari
sekian banyak alasan yang mungkin berizin menyusup masuk ke relung
hati hanya jawaban permainan cuaca yang diluar kendali. Berikut saya
sertakan ragam dugaan dari pakar penerbangan soal spekulasi cuaca
yang mungkin hadir, menyinggahi pesawat Air Asia Surabaya-Singapura
ini :
“Para
pilot berkeyakinan kru (QZ8501) dalam upaya menambah ketinggian untuk
menghindari badai, entah bagaimana menyadari mereka terbang terlalu
lambat," ujar dia. Dengan
kecepatan itu, mereka tertarik ke aerodynamic
stall,
seperti yang terjadi dalam hilangnya Air France AF44 pada 2009,"
lanjut Thomas, seperti dikutip dari AAP.
Prinsip situasinya, papar Thomas, pesawat terbang dengan kecepatan
terlalu lambat di ketinggiannya saat itu, ketika udara terlalu tipis,
sehingga sayap tidak mampu lagi menopangnya. Dan pesawat stall.
Aerodynamic
stall."
-
Sumber : nationalgeographic.co.id dengan judul : PakarPenerbangan: Insiden QZ8501 Mungkin Sama dengan Air France AF447
Analisis
cuaca yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan) menguatkan dugaan pesawat AirAsia QZ8501 gagal menghindari
awan tebal kumulonimbus yang berada pada rute penerbangannya. Kepala
Lapan, Thomas Djamaluddin, mengungkapkan bahwa adanya dinamika cuaca
yang sangat aktif, adanya awan kumulonimbus, dan terdapatnya pesawat
di ketinggian lebih tinggi menyulitkan QZ8501. Awan
kumulonimbus terbentuk karena adanya penguapan air laut yang hangat
dengan cepat. Awan ini memang tebal, bisa mencapai ribuan kilometer
dan memang sulit dihindari dengan tiba-tiba. Kemungkinan pesawat
mengalami turbulensi hebat karena tidak bisa menghindar dari awan
kumulonimbus yang menjulang tinggi. Pesawat tidak mampu menghindar
walaupun dengan naik ke atas. Belok ke kanan atau ke kiri juga sulit,
akhirnya harus masuk," ungkap Thomas.
- Sumber: nationalgeographic.co.id dengan judul Analisis Lapan Perkuat DugaanQZ8501 Gagal Hindari Awan Kumolonimbus.
Ketiadaan
kode darurat pilot, menurut Yayan, sangat mendukung dugaan pesawat
terjebak dalam kungkungan awan CB. "Itu awan, tapi berat karena
ada butiran es. Bisa merusak instrumen pesawat, dari komunikasi
sampai strukturnya," ujar dia. "Kalau sudah begitu, selain
alat rusak, kemungkinan pilot sudah sangat panik bahkan untuk sekadar
bilang 'Mayday'," tutur dia. Ketiadaan panggilan dan
sinyal darurat dari pesawat, menurut Yayan, menunjukkan pesawat pada
situasi yang sangat berat, dengan kejadian teramat cepat yang merusak
peralatan komunikasi dan kemungkinan pesawat itu sendiri. -
Sumber : nationalgeographic.co.id dengan judul : Analisis Awal :Apakah QZ8501 Terlambat Naikkan Ketinggian?
Mari
untuk sementara, nyatakan kesepahaman dan persetujuan dengan dugaan
yang dilontarkan oleh mereka, para pakar penerbangan. Walau hati tak
selamanya bisa menerima alasan, sekalipun logika mengangguk tanda
setuju, tapi daripada membuka tabir batas ketidakpastian lebih lebar,
biarkan cuaca menjadi kambing hitam untuk saat ini.
Dugaan
lain, padatnya lalu lintas di udara saat ini mengganggu peluang
pesawat milik Air Asia ini untuk bertahan.
Yayan
menyebutkan, ada setidaknya empat pesawat lain yang berdekatan dengan
QZ8501 pada saat itu, yakni Garuda Indonesia berkode penerbangan
GIA602, pesawat Lion Air berkode LNI763, AirAsia berkode penerbangan
QZ502, dan Emirates berkode penerbangan UAE409. Dari
data yang Yayan dapatkan, ketinggian GIA602 adalah 35.000 kaki,
LNI763 38.000 kaki, QZ502 38.000 kaki, dan UAE409 35.000 kaki.
"Kontak terakhir disebut QZ8501 minta menambah ketinggian 6.000
feet dari 32.000 feet.
Kemungkinan pilot langsung menaikkan ketinggian, tidak memutar dulu
misalnya, tetapi tidak terkejar untuk menghindari awan CB.
- Sumber
: nationalgeographic.co.id dengan judul : Analisis Awal : ApakahQZ8501 Terlambat Naikkan Ketinggian?
Jika
memang salah satunya itu, pantas kah dipikirkan kembali kenyataan
bahwa jalur udara Indonesia saat ini sudah terlalu sarat pengendara?
Jadi, kepadatan tidak hanya terjadi di depan mata lewat penuhnya
antrian take
off dan
landing
pesawat
di bandar udara Soekarno Hatta, tapi juga lalu lintas di udara?
Jika
antrian itu mengular di sini, ditambah dengan kenyataan bahwa Air
Asia QZ8501 harus berbagi lintas udara dengan 4 pesawat lainnya
dijalur yang sama, sudah seharusnya perbedaan jam terbang dan
mendarat menjadi pertimbangan yang matang.
Walau
saya tidak memahami mekanisme dan pertimbangan yang diambil, pikiran
itu menggelayut saat membaca berita di atas. Jika di jalan tol
kemacetan bisa dihadapi dengan kontrol yang sederhana dan langsung
antara mobil dan pengendaranya, keadaan di udara jelas berbeda.
Sang
pilot dan kru bukanlah pengambil keputusan mutlak, ada pertimbangan
dan persetujuan dari Air Traffic Control (ATC). Proses pengiriman
informasi jarak jauh yang rentan terhadap pergesekan riskan.
Sementara nyawa dan keselamatan bergantung bersama awan-awan yang
berarak.
Pernah
membayangkan, kalau udara macet seperti jalan tol? Tidak hanya izin
bergerak yang terbatas, tapi arus komunikasi akan padat dan sarat
izin, belum lagi persoalan bahan bakar. Jika mobil bisa bergegas ke
SPBU terdekat, pesawat harus berhenti mengisi avtur di perhentian
selanjutnya.
Terlepas
dari skema cerita soal padatnya lalu lintas udara yang saya
cipta. Tidak
semua lantas menyisipkan dugaan negatif. Masih ada asa yang
senantiasa menggantung, pantas juga tangan ini berpegang erat pada
sisinya,
Mantan
Dirut PT Merpati Nusantara Airlines ini juga mengherankan matinya
alat pemancar yaitu locator beacon. Meski demikian, jelasnya, kabar
ditemukannya pesawat dengan rute Surabaya-Singapura tersebut tetap
harus ditunggu. "Siapa tahu mendarat darurat di daerah yang
remote. Kita mesti jaga terus harapan tersebut," jelasnya. -
Sumber : nationalgeographic.co.id dengan judul, Capt.Jhony : Air Asia
QZ8501 Kemungkinan Mengalami Kecelakaan Fatal
Walau
memang kita hanya mampu berpegangan pada seutas tali yang tipis dan
rapuh. Tak pantas rasanya melepas pegangan itu kala ketidakpastian
masih mengambil peran. Sekecil apapun itu, ada dia yang Maha dan
melebihi segala sesuatunya di dunia ini.
Memanjatkan
doa, senantiasa berikhtiar, sejumput keikhlasan akan membuka jalan.
Mungkin pesawat, awan dan cuacanya sedang menyimpan sesuatu, entah
kita yang belum saatnya tahu atau memang mereka sedang ingin
diikhlaskan. Al-Fatihah.
No comments:
Post a Comment