" Three words I can sum up everything I've learned about life: it goes on. " Robert Frost

Wednesday, May 29, 2013

Ini Tentang Aku dan Kamu Bukan Dia

Jangan coba menebak sedalam apa kisah yang sedang aku rajut. Jangan pula merasa paling tahu jika melihat semburat luka yang masih sering membayang di pelupuk mata ku.

Kamu, dia atau kalian tetap saja tidak pernah menjadi aku meski berdiri tepat di depan ku. Tidak juga lantas kalian mampu mengoyak setiap apa yang ku simpan kala kalian membaca setiap kata yang ku susun rapi.

Aku berteriak atas rasa yang kini menguasaiku pun kalian akan tetap berdiri di sebrang sana dan berteriak aku tak akan pernah mampu melepas bayang masa lalu ku. Kemudian untuk apa aku membiarkan kalian puas dengan segala penjelasan atas rasa yang kini menghangatkan setiap kosong di sudut ku?

Bayang itu masih ada, iya kalian menang. Namun, jika kalian lupa mari ku ingatkan. Kita berdiri hari ini karena punya bayang di hari lalu. Hingga kini aku bertemu dengan sudut lain pelengkap ruang yang telah lama diisi luka. 

Tidak, aku tidak melarang kalian mencipta kisah yang kalian anggap benar akan aku. Karena aku tidak tertarik untuk membagi kehangatan yang tercipta olehnya dengan kalian. Ini tentang aku dan kamu bukan dia, tentang rasa yang mungkin salah namun terasa benar saat ini. Tidak ingin dimenangkan namun tidak cukup kuat untuk mengalahkannya. Paling tidak saat ini aku tidak ingin bertanya, memilih menikmatinya, mungkin nanti menguburnya jika sudah saatnya. Atau malah terus membiarkannya hidup jika bersambut? 

Tuesday, May 28, 2013

Suka Maupun Luka

Dari sekian banyak luka yang tercipta goresan kehilangan kamu adalah salah satu yang tidak kunjung sembuh. Perlahan menjadi borok lalu kemudian bekasnya melekat seumur hidupku. Layaknya beban yang dijahit mati disekujur pundak untuk terus kupanggul kemana pun aku melangkah.

Pernah aku mendengar sebuah kelakar bahwa cinta datangnya dari mata maka jangan salahkan jika berakhir dengan air mata. Awalnya ku pikir itu hanya guyonan mereka yang terlalu satir memandang cinta. Karena saat itu cinta kita begitu hebatnya, jutaan kali diterjang badai namun jutaan kali pula kita mampu melewatinya dan memandang air jernih yang tenang penuh kehangatan atas cerita yang kita rajut bersama.

Kini aku sepenuhnya mengiyakan guyonan itu, percaya benar akan kebenarannya. Karena kamu tidak hanya mengajarkan indahnya cinta yang hebat namun kamu selipkan ajaran bahwa cinta mampu mengoyak setiap sel pertahanan yang aku bangun sedemikian rapi. 

Rapuh. Aku kembali tertatih ketika tau kamu hanya tinggal kenangan yang tertinggal di pojok sana namun dengan bayang yang harus terus ku bawa kemana pun.

Hei kamu, aku tidak pernah menyesal atas ini. Aku tidak pernah menolak semua perih ini. Terima kasih telah mengajarkan aku hingga sebegini dalamnya. Hingga nanti suatu hari di masa datang jika aku kembali jatuh cinta maka aku pun tak lagi heran dengan sakit dari luka yang mengekor di belakangnya. Kamu tetap yang terbaik, terbaik dalam suka maupun luka.