" Three words I can sum up everything I've learned about life: it goes on. " Robert Frost

Tuesday, March 26, 2013

Dalam Tubuh yang Sama

Ada hari yang terlalui dalam muram, seolah sekeliling menjadi ilusi abu-abu yang semakin lama kian pekat. Mengaburkan segala objek yang mampu ditangkap indera penglihat. Dia berjalan semakin terseret seolah luka yang dipanggulnya semakin membusuk menciptakan berat yang tak lagi mampu dipikulnya seorang diri. Mungkin saja waktu mengajarkan perih yang teramat dalam, jika bagi mereka waktu menyembuhkan, baginya waktu hanya memperdalam lubang luka yang disimpannya. Tak lagi ada ruang sembunyi dalam harinya yang semakin statis dalam arakan awan abu yang memayungi.

Menangis pun tak lagi melegakan, air mata pun enggan merambati pipinya yang semakin kusam. Hatinya terkuak semakin lebar menampakkan borok yang semakin tak manusiawi. Bukan, bukan borok hati yang mendengki, hanya borok yang tercipta akibat luka yang terakumulasi.

Konstruksi bahagia baginya kini hanya imajinasi ciptaan manusia yang terluka. Baginya semua manusia itu terluka hanya mencoba mencipta bahagia agar tak terlihat menyedihkan. Mereka semua manusia ingkar. Baginya hanya luka yang bertahan lama, abadi dalam setiap langkah yang ditempuh manusia.

Entah dia atau mereka yang ingkar atas luka dan bahagia. Jika luka dan bahagia dapat hidup berdampingan dalam waktu yang tak terbatas, maka dia dan mereka terpisah ruang yang tak berjarak. Hidup dalam kebersamaan namun saling mengingkari.

Dia dan mereka bergejolak dalam tubuh yang sama. Milik seorang perempuan yang hidup dalam kenangannya. - NDN

Wednesday, March 13, 2013

Gabrielle Aplin

I'm kinda addicted to her voice and her song. 

Sebenernya udah pernah dengerin lagu sama namanya beberapa waktu yang lalu. Tapi ini baru ngeh sama album barunya dia "English Rain" yang emang baru mau keluar 13 Mei nanti dan jatuh cinta sama lagunya yang satu lagi.

Anw, her name is Gabrielle Aplin

Nih yang Please Don't Say You Love Me :


Panic Cord :


I'm in love :D

Karena Langit Nggak Punya Batas

Coba aja bayangin suatu hari kita bangun kita udah nggak ada di keseharian yang kita jalanin tapi malah ada di keseharian yang kita pengen?

Kebayang nggak maksud gue? Misalnya nih besok bangun pagi gue lagi tinggal di apartemen gue yang artsy kece di Roma, hari itu hari minggu, di meja sebelah tempat tidur gue udah ada tiket nonton AS Roma hari itu, terus gue punya pacar lelaki Italiano Islam (ini biar hidup gue tentram dapat izin dari papa) yang seksi coklat ber-rahang tercetak jelas dengan jambang. Gue kerja sebagai penulis tetap diharian ya sebut aja La Gazzetta Dello Sport. Cukup disitu deh penjabaran mimpinya.

Nah, bisa bayangin nggak gimana perasaan gue hari itu? Seneng keterlaluan pasti, joget-joget gila iya, berbunga-bunga, deg-degan, excited berlebihan, bahkan nulisnya aja gue seneng sendiri hahaha. Oke oke stop. 

Jadi, mungkin dalam seminggu atau bahkan setahun itu gue akan hidup terus dengan perasaan se-indah itu, tapi pasti setelah itu gue akan kembali punya pengen yang lain, punya harapan dan mimpi yang baru, yang mana kalo tiba-tiba besoknya setelah setahun itu gue bangun dengan mimpi yang baru itu gue pasti akan kembali bahagia yang keterlaluan.

Sebenernya tulisan ini sesederhana, bahwa se-seneng apapun lo akan sesuatu yang lo impikan atau lo pengen baru saja mampu lo raih, pasti perasaan itu nggak akan bertahan selamanya, cuma karena hal sederhana lagi, bahwa hidup lo terus berjalan dan hidup itu juga yang akan membawa lo menemukan mimpi-mimpi dan harapan-harapan yang baru. Yang tentu terus berkembang dan menjadi lebih besar. Bahwa sejauh apapun lo menyukai ketetapan dalam keseharian lo dan sebegitu tidak menyukainya lo terhadap perubahan, kita akan tetap jadi manusia yang sadar nggak sadar terus ngejalanin hidup dan menemukan hal-hal baru diluar sana yang lebih menarik. 

Makanya kita disuruh ngegantungin cita-cita setinggi langit kan? Ya karena langit nggak punya batas sama kaya kita nggak punya batas buat kuantitas mimpi kita. So, why need to be stop while we can move forward no matter how far? :D

Pertanyaan Hidup (?)

Hidup itu jalannya sesuai sama apa yang terjalani atau justru sama apa yang mungkin terlihat dan kita sadari. Atau justru gabungannya?

Kalau dijabarin satu-satu mungkin jawabannya adalah gabungan keduanya. Coba bayangin, kita melihat suatu peluang, merasa itu bisa kita jalani atau pas buat kita berarti ini bagian dari menyadari nah dari sini baru kita bisa mulai menjalani kan. Jadi prosesnya gitu sih kali ya.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, bisa aja prosesnya malah sesuatu itu sudah terbiasa kita jalani lalu baru kita melihatnya sebagai sesuatu yang tersadari sebagai sebuah peluang untuk mencapai sesuatu, mungkin nggak sih gitu? Tadinya cuma sekadar terjalani tapi nggak tersadari.

Sebenernya pertanyaan-pertanyaan gini itu sering muncul kalau gue lagi sendirian nggak ada kerjaan yang berarti. Gue seneng memutarbalikkan pertanyaan-pertanyaan yang seketika pop ups dan biasanya berkaitan sama hal-hal yang muncul di keseharian atau ya soal hidup.

Pertanyaan-pertanyaan aneh yang kadang nggak ketemu juga jawabannya, nggak pengen juga dibahas sama siapa-siapa tapi lebih enak ditulisin gitu aja. Biar kaya apa yang sering kita denger, hidup itu kan misteri, jadi makanya biarin aja kali ya pertanyaan-pertanyaan itu ngegantung nanti mungkin kejawab sendiri mungkin juga nggak. Kalau hidup aja yang kita jalanin misteri apalagi pertanyaan akan apa yang kita jalani kan? :D

Instan Juga Berproses

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan dalam setiap harinya. Ada masanya kita ngerasa semua yang kita lalui berjalan sesuai dengan keinginan hati tapi nggak jarang banyak hal yang bersebrangan dengan itu. Maunya sih setiap hari suka yang nyamperin, ninggalin si duka di pojokan. Tapi entah ini benar atau nggak, berkali-kali baca di buku ataupun nonton film, selalu aja kata-katanya ya nggak persis sama seperti apa yang gue tulis ini tapi paling nggak ini intinya "Kita nggak akan mungkin mengerti rasa senang kalau nggak pernah sedih, kita nggak bakal ngerti rasanya bahagia kalau nggak pernah ngerasain luka dan sejenisnya".

Lalu gue bertanya, itukah keseimbangan dalam kehidupan yang kita jalani. Atau itu hanya sebagian penguat perasaan seorang manusia agar dia nggak terus-terusan terpuruk atau apa. Terlalu banyak atau dan pertanyaan yang suka menggelayut tiba-tiba, namun yang pasti di satu sisi ada saatnya gue percaya penuh bahwa kalimat itu sepenuhnya benar.

Gue selalu percaya apa yang terjadi dalam hari-hari gue semuanya penuh pembelajaran. Tapi jelas gue nggak merasakan itu langsung saat itu juga. Pasti berasanya setelah beberapa saat atau bahkan berbulan-bulan setelahnya. Manusia butuh waktu untuk belajar dan mengerti. Makanya gue nggak percaya sama sesuatu yang instan.

Se-instan-instan-nya indomie tetep aja ada proses yang dilalui dan kita nggak bisa menyepelekan salah satu step dari proses yang instan itu kan? Misalnya, lebih instan buat popmie lah ya daripada rebus. Jadi contohnya buat popmie, sekali aja kita sepele ngasih air yang gak bener-bener panas, itu popmie jadi menjijikkan dan pasti kalau nggak terpaksa banget nggak bakal kemakan. Lihat kan? Perkara nyeduhnya pakai air apa aja si instan nggak lagi se-instan itu.

Sama aja kaya hidup. Kesimpulan yang gue ambil dari kalimat familiar yang udah gue sebut di awal tadi adalah kita nggak akan pernah tiba-tiba jadi seneng atau bahagia kalau aja kita nggak ngelewatin berbagai proses untuk jadi seneng dan bahagia itu, yang mungkin aja didalam proses itu terselip si duka dan luka itu. Hal ini juga berlaku kebalikannya.

Apalagi hidup ini selalu seimbang, se-sedih-sedih-nya kita saat ini kalau kita mau ngelaluin semua proses yang tersedia dengan cara yang terbaik gue percaya jalan keluar untuk ketemu pintu seneng dan bahagia itu pasti ada. Nggak ada Tuhan yang nyiptain manusia-Nya untuk terus menerus tersiksa. Cuma gimana si manusia yang merasa selalu ingin instan ini siap ngejalanin proses dan milih proses ter-instan yang mampu dia jalani dengan cara terbaiknya yang bisa ngebuat semua keseimbangan hidup itu bisa dia rasain, agree? :D