" Three words I can sum up everything I've learned about life: it goes on. " Robert Frost

Wednesday, January 16, 2013

Bagian Memahami Diri Sendiri

Kata orang-orang, bisa bersama dan menghabiskan banyak waktu dengan seseorang yang amat mengerti kita adalah suatu rezeki yang patut kita syukuri keadaannya. Lalu ketika aku bisa bersama kamu, menghabiskan waktu dengan canda tawa, namun di satu sisi aku mengorbankan sisa perasaan ku yang lain, yang mungkin telah aku titipkan kepada orang lain, akan aku beri nama apa rasa ini? Masih patutkah aku bersyukur?

Entah lah, mungkin akan ku beri tahu kini posisi ku berada ditengah jalan, persimpangan yang besar, untuk memilih jalan mana yang akan ku tempuh, aku dilanda bimbang yang besar. Kamu dan dia berada dalam posisi yang akan selalu menjadi prioritas utama ku. Hingga aku disadarkan oleh suatu kenyataan bahwa tidak ada prioritas dalam jumlah dua. Prioritas, peringkat pertama, teratas, tidak pantas dibagi apalagi ditempati oleh dua hal yang berbeda. Jika itu terjadi, jelas tidak pantas rasanya masih menyematkan predikat prioritas atasnya lagi.

Kemudian, aku kembali tertegun, sejauh apa aku ingin melangkah benar, membayangkan seandainya aku punya keberanian dan kesempatan untuk memilih. Ralat, mungkin bukan kesempatan, tapi lebih pantas diganti kesiapan. Siap dan berani menghadapi kenyataan bahwa, kalian tidak mungkin aku satukan, tidak mungkin selamanya kalian bisa terus aku selamatkan dan ku jadikan prioritas. Hingga aku terpaku pada kesadaran baru, kapan aku siap dan berani?

Pertanyaan bertemu dengan pertanyaan lain. Tidak menyisakan kesempatan kepada jawaban untuk singgah. Bukan salah kalian, bukan juga salah waktu, hanya aku dan kebimbangan ku yang pantas menjadi penyebab dan yang harusnya bertanggung jawab atas keadaan ini. 

Saatnya nanti aku memang akan memilih, toh dari sejak lama aku paham bahwa hidup akan terus menemukan kita dengan pilihan. Bahwa pilihan ada agar kita, si manusia, yang menjalani hidup tidak selamanya bertarung tanpa perlawanan. Lalu ketika pilihan sudah dijatuhkan, maka risiko akan menguntit dibelakangnya. Semua layaknya lingkaran setan yang tidak akan pernah berujung. Kenyataan pahit? Entahlah, pahit mungkin bagi sebagian orang seperti aku yang tak siap dan tak berani memilih. Lagi lagi, hidup selalu membawamu pada persimpangan. Tenang, aku tidak akan berlalu ke mana-mana, hanya sedang mempersiapkan pilihan itu lebih lama, mengulur waktu selagi masih mampu.

Hey, bukannya aku manusia biasa? Sebisa mungkin pasti aku mengulur, semampu mungkin aku akan tetap memenangkan egois diri, membiarkan ketamakan merajai, tidak ingin dipersalahkan akan sesuatu ya, jika harga diri ini ingin sedikit mendengar, bahwa kenyataan telah membawaku kepada si pesakitan yang membuat kesalahan. Lagi lagi aku manusia biasa, dipenuhi egoisme. Untuk apa mengaku salah jika masih mampu bersembunyi?

Lalu aku terdiam, siapa penghuni hati dan logika yang sedang bertarung ini? Saling menyalahkan, tidak ingin mengalah dan merasa paling benar. Atau hanya aku dan diriku yang mampu memahami? Biarlah, aku sedang menikmatinya. Ku anggap sebagai suatu bagian menjadi lebih memahami diri sendiri.

No comments:

Post a Comment